Pada tanggal 4 September 1901, Tuhan telah memanggil dari dunia fana, Evangelist Daniel Hutabarat. Dia sudah masuk Kristen pada masa keperintisan, karena pada tahun 1865 dia sudah menerima baptisan. Jadi dia termasuk dalam bilangan orang-orang Kristen pendahulu di lembah Silindung, karena ketika Nommensen bermukim di "godung Pea" (gedung di tanah rawa) itu, dia (Daniel) sudah masuk Kristen. Sebabnya dia sudah begitu dini masuk ke komplek perguruan itu, dapat dikatakan hanya karena pembimbingan Allah saja kepadanya. Karena, hanya melalui kegiatannya yang menjual ilalang, bersama beberapa pemuda rekan sekampungnya, ke kompleks gedung yang dipimpin oleh tuan itu, dia mempunyai kesempatan "bersentuhan" dan berbincang-bincang dengan tuan itu. Pada waktu itu, banyak rumah-rumah kecil yang beratapkan ilalang yang dibangun oleh tuan itu, yakni untuk ditempati orang-orang yang akan masuk berguru. Mereka itu adalah orang-orang yang sudah diusir, dikejar-kejar dan dikucilkan oleh kaum-kcrabat semarganya. Beberapa .di antara mereka adalah keluarga orang-orang sedang bcrhutang yang dikejar-kejar, yang dibantu oleh tuan itu, seperti sudah kita baca dalam surat "Immanuel," yang memberitakan penyebaran Kerajan Allah di lembah Silindung.
.
Daniel lalu memasukkan dirinya menjadi pelayan tuan Nommensen. Lalu dia masuk menjadi salah seorang anggota perguruan, termasuk mempelajariaksara Belanda dan Surat Batak, terutama ketika waktu-waktu senggang dari pekerjaan dan tugas rutinnya Dia menunjukkan diri sebagai pelayan yang baik, bertanggungjawab dan menjadi kepercayaan bagi tuan Nommensen.. Karena itu tuan Nommensen menjadi sangat sayang kepadanya, sampai-sampai diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Adalah tuan Nommensen pula yang menjodohkan Daniel dengan Maria Bom Siregar, seorang putri Angkola, saudara perempuan almarhum Guru Samuel. Sesudah mereka menikah, masih tuan itu sendiri yang memandirikan (teks asli: pajaehon) keluarga Daniel di kompleks godung itu, satu perkampungan dengan warga Kristen pendahulu itu.
.
Selang satu tahun setelah mereka menikah, Tuhan menganugerahkan seorang putra pertama bagi mereka, yang kemudian menjadi Pendeta Josua, sekarang tinggal di Siantar. Kemudian, Tuhan menganugerahkan lagi adik-adiknya bagi keluarga itu, yang lahir secara teratur-berurutan (teks asli: iubu-tubti mallo), Keluarga Daniel tetap bermukim di "godung Pea" itu, meskipun tuan Nommensen telah pindah lokasi rumah ke gedung Pearaja pada tahun 1873. Pekerjaan Daniel adalah sama seperti pekerjaan orang kampung biasa (teks asli: pordihutd), selama bermukim di "godung Pea" itu. Keluarganya mengolah tanah, berdagang ke Sibolga dan Angkola, sambil tekun mengerjakan dan mempelajari Firman Tuhan, dan menyuruh anak-anaknya bersekolah. .'Karena itu, semua anak-anaknya tahu menulis dan membaca. Dapat dikatakan, cukup banyak anugerah dan rakhmat Allah kepada keluarga Daniel, termasuk kepada para keturunannya. Karena Tuhan menuntun anak-anaknya itu kepada pekerjaan yang baik; karena satu orang anaknya sudah menjadi pendeta Batak, satu orang lagi menjadi guru, dan dua orang putrinya mas ing-mas ing menikah dengan pendeta Batak. Masih ada enam orang lagi putra dan putrinya yang belum bcrkeluarga, ditinggalkannya. Karena ada sepuluh orang putra-putrinya (penults: jumlah yang hidup sampai saat itu), yakni lima orang putra dan lima orang putri. Beberapa di antara mereka masih kecil, dan masih tinggal bersama ibunya.
.
Pada tahun 1880 profcsi Daniel menjadi berobah, karena dia, bersama beberapa orang penarua (sintua) terbaik yang dipilih, diutus oleh Tuan Nommensen mengikuti pendidikan "Sekolah Tinggi" di Pansur Napitu, untuk diajar oleh Tuan Johansen (almarhum); karena mereka akan dipakai tuan itu menjadi evangelist. Sesudah mereka menjalani pendidikan itu selama dua tahun, mereka ditamatkan, dan mendapat tugas menetap. Evangelist Daniel mendapat penempatan ke wilayah Butar untuk menyebarkan berita tentang Kerajaan Tuhan di sana. Dan selama dia memangku tugas pelayanannya itu, dia tidak pemah dipindahkan dari jemaat yang dibangunnya itu. Pada mUlanya, cukup banyak penderitaan yang menimpa Evangelis Daniel da lam pelayanannya di Butar; karena pada dua tahun pertama, Daniel masih tinggal sendiri di sana. Istri dan anak-anaknya terpaksa masih harus ditinggalkan di Huta Dame, karena masa-masa keresahan yang ditimbulkan oleh pasukan Raja Sisingamangaraja, yang membuat pernah terjadi pertempuran antara mereka dengan tentara pemerintah kolonial Belanda yang didatangkan ke sana. Pertempuran itu berlangsung dekat gedung gereja setempat. Bahkan, sesudah keluarganya menyusul ke Butar, masih saja sering terjadi kesusahan, seperti misalnya pertempuran yang masih terjadi pada tahun 1888. Dari kalangan warga jemaat Butar itu sendiri, mula-mula keluarga Daniel banyak menerima ejekan dan pelecehan, karena mempertahankan atau membela (teks asli: humophop) Firman Tuhan.
.
Jadi selama 18 tahun penuh Evangelis Daniel melayani di wilayah Butar, dari 1882 hingga 1900. Pada awal 1901 Daniel kembali ke kampung kakek-moyangnya, tinggal bersama dengan kaum-kerabat semarganya di Pagar Sinondi. Waktu itu, kondisi fisiknya sudah sangat lemah (teks asli; fongkong), karena sakit mcnua. Ketika menjelang kematiannya, pikirannya cukup cerah dan terang; karena begitu rumah untuk keluarga yang dibangunnya selesai, di mengundang semua raja-raja dan tetua kaum kerabatnya di Pagar Sinondi untuk menghadiri makan bersama pengucapan syukur kepada Tuhan. Pada saat itu Evanglis Daniel banyak mengucapkan kata-kata tuntunan dari Finnan Tuhan kepada semua yang hadir, supaya semua mereka tetap kukuh dalam Firman Tuhan, seperti mcrupakan kotbah atau kata-kata perpisahannya.
.
Sesudah acara peresmian rumahnya, penyakit Evangelis Daniel semakin bertambah berat, dan akhirnya, ketika dia tahu bahwa dirinya sudah akan dipanggil Tuhan, disuruhnya untuk memanggil semua putra, putri, menantu laki-laki dan perempuan serta semua cucunya, dari tempat pelayanan-zending mereka masing-masing. Mereka semua sudah berkumpul pada malam tanggal 4 September 1901. Para keturunannya itu duduk berkeliling dckat Daniel, berdoa bersama, dan dengan teguh dan sadar mereka saling berjabat tangan dengan orangtua itu, setelah lebih dahulu mcngucapkan kata-kata penghiburan dan perpisahan dari Firman Tuhan. Tepat pukul 6.30 pada malam harinya, Tuhan telah memanggilnya, dalam suasana hati tenang dan damai, sambil memegang teguh pada pembelaan dan penebusan Tuhan Yesus bagi dirinya. Karena itu, hati semua yang dikasihi dan ditinggalkannya menjadi cukup terhibur.
.
Berita Obituari, ditulis oleh Pdt. Josua Hutabarat Dalam berkala-zending, Immanuel, Edisi Maret 1902 (diterjemahkan oleh penulis dari teks asli dalam Bahasa Batak)
.
Daniel lalu memasukkan dirinya menjadi pelayan tuan Nommensen. Lalu dia masuk menjadi salah seorang anggota perguruan, termasuk mempelajariaksara Belanda dan Surat Batak, terutama ketika waktu-waktu senggang dari pekerjaan dan tugas rutinnya Dia menunjukkan diri sebagai pelayan yang baik, bertanggungjawab dan menjadi kepercayaan bagi tuan Nommensen.. Karena itu tuan Nommensen menjadi sangat sayang kepadanya, sampai-sampai diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Adalah tuan Nommensen pula yang menjodohkan Daniel dengan Maria Bom Siregar, seorang putri Angkola, saudara perempuan almarhum Guru Samuel. Sesudah mereka menikah, masih tuan itu sendiri yang memandirikan (teks asli: pajaehon) keluarga Daniel di kompleks godung itu, satu perkampungan dengan warga Kristen pendahulu itu.
.
Selang satu tahun setelah mereka menikah, Tuhan menganugerahkan seorang putra pertama bagi mereka, yang kemudian menjadi Pendeta Josua, sekarang tinggal di Siantar. Kemudian, Tuhan menganugerahkan lagi adik-adiknya bagi keluarga itu, yang lahir secara teratur-berurutan (teks asli: iubu-tubti mallo), Keluarga Daniel tetap bermukim di "godung Pea" itu, meskipun tuan Nommensen telah pindah lokasi rumah ke gedung Pearaja pada tahun 1873. Pekerjaan Daniel adalah sama seperti pekerjaan orang kampung biasa (teks asli: pordihutd), selama bermukim di "godung Pea" itu. Keluarganya mengolah tanah, berdagang ke Sibolga dan Angkola, sambil tekun mengerjakan dan mempelajari Firman Tuhan, dan menyuruh anak-anaknya bersekolah. .'Karena itu, semua anak-anaknya tahu menulis dan membaca. Dapat dikatakan, cukup banyak anugerah dan rakhmat Allah kepada keluarga Daniel, termasuk kepada para keturunannya. Karena Tuhan menuntun anak-anaknya itu kepada pekerjaan yang baik; karena satu orang anaknya sudah menjadi pendeta Batak, satu orang lagi menjadi guru, dan dua orang putrinya mas ing-mas ing menikah dengan pendeta Batak. Masih ada enam orang lagi putra dan putrinya yang belum bcrkeluarga, ditinggalkannya. Karena ada sepuluh orang putra-putrinya (penults: jumlah yang hidup sampai saat itu), yakni lima orang putra dan lima orang putri. Beberapa di antara mereka masih kecil, dan masih tinggal bersama ibunya.
.
Pada tahun 1880 profcsi Daniel menjadi berobah, karena dia, bersama beberapa orang penarua (sintua) terbaik yang dipilih, diutus oleh Tuan Nommensen mengikuti pendidikan "Sekolah Tinggi" di Pansur Napitu, untuk diajar oleh Tuan Johansen (almarhum); karena mereka akan dipakai tuan itu menjadi evangelist. Sesudah mereka menjalani pendidikan itu selama dua tahun, mereka ditamatkan, dan mendapat tugas menetap. Evangelist Daniel mendapat penempatan ke wilayah Butar untuk menyebarkan berita tentang Kerajaan Tuhan di sana. Dan selama dia memangku tugas pelayanannya itu, dia tidak pemah dipindahkan dari jemaat yang dibangunnya itu. Pada mUlanya, cukup banyak penderitaan yang menimpa Evangelis Daniel da lam pelayanannya di Butar; karena pada dua tahun pertama, Daniel masih tinggal sendiri di sana. Istri dan anak-anaknya terpaksa masih harus ditinggalkan di Huta Dame, karena masa-masa keresahan yang ditimbulkan oleh pasukan Raja Sisingamangaraja, yang membuat pernah terjadi pertempuran antara mereka dengan tentara pemerintah kolonial Belanda yang didatangkan ke sana. Pertempuran itu berlangsung dekat gedung gereja setempat. Bahkan, sesudah keluarganya menyusul ke Butar, masih saja sering terjadi kesusahan, seperti misalnya pertempuran yang masih terjadi pada tahun 1888. Dari kalangan warga jemaat Butar itu sendiri, mula-mula keluarga Daniel banyak menerima ejekan dan pelecehan, karena mempertahankan atau membela (teks asli: humophop) Firman Tuhan.
.
Jadi selama 18 tahun penuh Evangelis Daniel melayani di wilayah Butar, dari 1882 hingga 1900. Pada awal 1901 Daniel kembali ke kampung kakek-moyangnya, tinggal bersama dengan kaum-kerabat semarganya di Pagar Sinondi. Waktu itu, kondisi fisiknya sudah sangat lemah (teks asli; fongkong), karena sakit mcnua. Ketika menjelang kematiannya, pikirannya cukup cerah dan terang; karena begitu rumah untuk keluarga yang dibangunnya selesai, di mengundang semua raja-raja dan tetua kaum kerabatnya di Pagar Sinondi untuk menghadiri makan bersama pengucapan syukur kepada Tuhan. Pada saat itu Evanglis Daniel banyak mengucapkan kata-kata tuntunan dari Finnan Tuhan kepada semua yang hadir, supaya semua mereka tetap kukuh dalam Firman Tuhan, seperti mcrupakan kotbah atau kata-kata perpisahannya.
.
Sesudah acara peresmian rumahnya, penyakit Evangelis Daniel semakin bertambah berat, dan akhirnya, ketika dia tahu bahwa dirinya sudah akan dipanggil Tuhan, disuruhnya untuk memanggil semua putra, putri, menantu laki-laki dan perempuan serta semua cucunya, dari tempat pelayanan-zending mereka masing-masing. Mereka semua sudah berkumpul pada malam tanggal 4 September 1901. Para keturunannya itu duduk berkeliling dckat Daniel, berdoa bersama, dan dengan teguh dan sadar mereka saling berjabat tangan dengan orangtua itu, setelah lebih dahulu mcngucapkan kata-kata penghiburan dan perpisahan dari Firman Tuhan. Tepat pukul 6.30 pada malam harinya, Tuhan telah memanggilnya, dalam suasana hati tenang dan damai, sambil memegang teguh pada pembelaan dan penebusan Tuhan Yesus bagi dirinya. Karena itu, hati semua yang dikasihi dan ditinggalkannya menjadi cukup terhibur.
.
Berita Obituari, ditulis oleh Pdt. Josua Hutabarat Dalam berkala-zending, Immanuel, Edisi Maret 1902 (diterjemahkan oleh penulis dari teks asli dalam Bahasa Batak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar