.
Salah satu pengalaman yang dicatat pendeta Albert selama pelayanannya di Pahae adalah, sekali lagi dia bertugas "mendampingi" tuan-pendeta Jerman muda-usia di jemaat-induk Pangaloan. Pendeta Jerman itu bernama J. Steinhard, menggantikan pendeta Kaiser yang kembali ke Eropa. Mengingat senioritas pendeta Albert, sebenarnya pendeta Jerman atasannya itu sudah layak disebut sebagai anaknya, karena memang masih lebih muda dari putra sulungnya.
.
.
Pendeta Steinhard bahkan baru melangsungkan perkawinannya di jemaat Pangaloan kemudian. Karena itu, dari segi kematangan pelayanan, pendeta Albert dapat dikatakan justru harus memberikan "pembimbingan" kepada pendeta Jerman muda-usia, atasannya yang baru datang dari Eropa. Situasi ini mungkin dapat disejajarkan dengan "pembimbingan" yang diberikan oleh seorang sergeant major (dengan standar pengalaman yang sangat tinggi) kepada para komandan peleton baru yang lulusan akademi militer muda-usia, dalam tatanan organisasi Angkatan Darat Amerika Serikat, terutama dalam suasana pertempuran.
.
.
Sejalan dengan fakta di atas, meskipun secara organisatoris pendeta Jerman bernama Steinhard itu tentu saja berperan sebagai atasan pendeta-pribumi Albert di Pahae, namun dialah (Albert) yang secara teknis memimpin pelayanan resort itu, sama seperti di Parsambilan. Yang lebih unik lagi, di Pahae pendeta itu sudah semakin bertambah matang, dan mungkin karena itulah pendcta Jerman atasannya yang ditempatkan justru yang semakin lebih muda-usia dibandingkan dengan yang di Parsambilan, dengan maksud untuk menerima "pembimbingan."
.
.
Ternyata pendeta Albert sering menjadi terjepit dan "makan hati" oleh ulah rekannya pendeta Jerman yang satu ini. Ternak babi penduduk sekitar godung sering dapat menembus lobang-lobang parik (tembok) keliling komplek. Dan bila sudah sampai ke kebun tuan Steinhard, dia tidak akan segan-segan menghunjamkan tombaknya pada babi peliharaan orang kampung. Hal seperti itu tentu akan mengundang masalah. Terkadang harus diselesaikan juga oleh pendeta Albert dalam suasana yang sangat dilemmatis.
.
Medan pelayanan yang melelahkan
.
Meskipun merupakan jemaat-induk yang sudah cukup tua ketimbang jemaat-jemaat di Silindung, bukanlah berarti pelayanan pendeta Albert di lembah Pahae dapat dianggap ringan-ringan saja. Jumlah jemaat layanannya cukup banyak, mulai dari batas Onan Hasang sampai ke Simangumban, yang berbatasan dengan kawasan Sipirok. Dari Sarulla sampai ke Janji Angkola dan Sigompulon. Jumlah keseluruhannya sekitar duapuluhan. Di zaman modem ini kawasan lama Pahae itu sudah berkembang menjadi sekitar empat resort.
.
.
Medan pelayanan yang melelahkan
.
Meskipun merupakan jemaat-induk yang sudah cukup tua ketimbang jemaat-jemaat di Silindung, bukanlah berarti pelayanan pendeta Albert di lembah Pahae dapat dianggap ringan-ringan saja. Jumlah jemaat layanannya cukup banyak, mulai dari batas Onan Hasang sampai ke Simangumban, yang berbatasan dengan kawasan Sipirok. Dari Sarulla sampai ke Janji Angkola dan Sigompulon. Jumlah keseluruhannya sekitar duapuluhan. Di zaman modem ini kawasan lama Pahae itu sudah berkembang menjadi sekitar empat resort.
.
Sebagian jemaat harus dicapai dengan menyeberangi sungai yang arusnya cukup deras dan mengerikan pada musim penghujan. Beberapa sungai harus diseberangi dengan menggunakan jembatan gantung model "bailly," terbuat dari rotan besar yang disebut mallo. Jembatan gantung dari bahan mallo itu disebut rambing. Istri pendeta itu sering bercerita bahwa menggunakan rambing memerlukan ketrampilan dan keberanian tersendiri. Rentang rambing di atas sungai kadang-kadang sampai puluhan meter, padahal pijakannya sangat goyang. Uniknya para perempuan Pahae enak saja seperti setengah-berlari di atas rambing yang sangat goyang. Padahal mereka sedang tnanghunti (menjunjung di atas kepala) beban yang dibawa dari pekan atau kayu bakar misalnya.
.
.
Lain lagi dengan kunjungan pendeta itu ke jemaat-cabang Muara Tolang. Setengah perjalanan ditempuh dalam hutan yang mendaki. Sebagian dakian itu ditempuh melintasi pohon-pohon besar. Justru akar-akar besar pohon itulah yang harus digenggam, terkadang seperti dipeluk untuk bisa sampai ke bagian atas yang akan dicapai. Istri pendeta itu mengaku, selama pelayanan di jemaat-induk Pahae, suaminya tidak pernah sampai-hati mengajaknya mengunjungji jemaat-cabang Muara Tolang itu. Kasihan istri pendeta zaman keperintisan.
.
.
Pdt. Albert melayani di jemaat-induk Pangalaoan, Pahae persis ketika diadakan pesta jubileum - 75 tahun jemaat itu pada tahun 1936. Tamu kehormatan dalam folo adalah Ephorus Landgrebe.
.
"Encounter" dengan dongan sabutuha yang amat dingin
.
Di antara catatan-pelayanan unik yang dibuat khusus oleh pendeta Albert ketika meiayani di lembah Pahae, adalah hubungan perjumpaan-nya (encounter) yang kurang harmonis dengan kawulanya bermarga Sihombing-Lumbantoruan. Populasi dongan sabutuha (harfiah: teman seperut, artinya: semarga) pendeta itu cukup besar di sana, khususnya yang bermukim di kawasan jemaat-cabang Janfi Angkola, Setelah pendeta itu meneliti sebab-musabab sikap "mema-sang kuda-kuda" oleh kawula semarganya itu, rupanya mayoritas marga Sihombing di sana kala itu sudah meninggalkan HKBP untuk menjadi anggota Punguan Kristen Batak (PKB). Gereja itu lahir dan memisahkan diri dari HKBP di Batavia (Jakarta) sekitar tujuh tahun sebelumnya (1927).
.
Konon, ada beberapa orang Pahae, antara lain bermarga Sitompul, yang langsung membawa dari perantauan dan mengkampanyekan pendirian jemaat-jemaat PKB itu ke Pahae. Dan warga Sitompul ini mempunyai hubungan periparan (in-laws) yang kental dengan pihak warga Sihombing di kawasan Janji Angkola. Menurut tata pergaulan adat Batak, keluarga pendeta Albert yang baru pindah pelayanan ke kawasan itu pada tahun 1934, selayaknyalah disongsong mesra oleh kawulanya Sihombing-Lumbantoruan itu, karena hubungan kekerab atan semarga. Umumnya, kala itu keluarga "pejabat-tinggi jemaat" yang baru pindah ke suatu kawasan di manapun di Tanah Batak, bisa sampai berbulan-bulan dijamu makan secara bergiliran oleh kawula semarganya atau pihak hula-hula-nya. Tapi karena adanya perbedaan keanggotaan organisasi gereja yang menjadi cukup tajam kala itu, hubungan mesra dalam pertemuan warga semarga yang wajar diharapkan, ternyata tidak tercipta. Ada-ada saja orang Batak ini!
.
Dalam memoirsnya, pendeta Albert juga mencatat bahwa pada waktu pelayanannya di Pahae itulah berdiri cabang HChB di sana; dan kemudian juga sekte Adventist. (lihat proses lahirnya denominasi gereja baru HChB, PKB dan masuknya sekte Adventist pada buku Tahbisan Istimewa, yang merupakan bagian seri-trilogi dengan buku ini).
.
"Encounter" dengan dongan sabutuha yang amat dingin
.
Di antara catatan-pelayanan unik yang dibuat khusus oleh pendeta Albert ketika meiayani di lembah Pahae, adalah hubungan perjumpaan-nya (encounter) yang kurang harmonis dengan kawulanya bermarga Sihombing-Lumbantoruan. Populasi dongan sabutuha (harfiah: teman seperut, artinya: semarga) pendeta itu cukup besar di sana, khususnya yang bermukim di kawasan jemaat-cabang Janfi Angkola, Setelah pendeta itu meneliti sebab-musabab sikap "mema-sang kuda-kuda" oleh kawula semarganya itu, rupanya mayoritas marga Sihombing di sana kala itu sudah meninggalkan HKBP untuk menjadi anggota Punguan Kristen Batak (PKB). Gereja itu lahir dan memisahkan diri dari HKBP di Batavia (Jakarta) sekitar tujuh tahun sebelumnya (1927).
.
Konon, ada beberapa orang Pahae, antara lain bermarga Sitompul, yang langsung membawa dari perantauan dan mengkampanyekan pendirian jemaat-jemaat PKB itu ke Pahae. Dan warga Sitompul ini mempunyai hubungan periparan (in-laws) yang kental dengan pihak warga Sihombing di kawasan Janji Angkola. Menurut tata pergaulan adat Batak, keluarga pendeta Albert yang baru pindah pelayanan ke kawasan itu pada tahun 1934, selayaknyalah disongsong mesra oleh kawulanya Sihombing-Lumbantoruan itu, karena hubungan kekerab atan semarga. Umumnya, kala itu keluarga "pejabat-tinggi jemaat" yang baru pindah ke suatu kawasan di manapun di Tanah Batak, bisa sampai berbulan-bulan dijamu makan secara bergiliran oleh kawula semarganya atau pihak hula-hula-nya. Tapi karena adanya perbedaan keanggotaan organisasi gereja yang menjadi cukup tajam kala itu, hubungan mesra dalam pertemuan warga semarga yang wajar diharapkan, ternyata tidak tercipta. Ada-ada saja orang Batak ini!
.
Dalam memoirsnya, pendeta Albert juga mencatat bahwa pada waktu pelayanannya di Pahae itulah berdiri cabang HChB di sana; dan kemudian juga sekte Adventist. (lihat proses lahirnya denominasi gereja baru HChB, PKB dan masuknya sekte Adventist pada buku Tahbisan Istimewa, yang merupakan bagian seri-trilogi dengan buku ini).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar